Pura Agung Amerta Buana Batam

Om Swastiastu
"Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".
DI tengah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kini berdiri sebuah pura yang menjadi ikon Kota Batam. Melalui proses pendirian yang cukup sulit Pura Agung Amerta Buana berhasil didirikan oleh sejumlah inisiator dari tokoh Hindu yang bekerja di Batam. Pura Agung Amerta Buana menjadi satu-satunya pura milik umat Hindu di Kota Batam, bahkan menjadi padma buana bagian barat laut Indonesia, yang sudah di-bisama-kan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Demikian diungkapkan salah satu perintis Pura Agung Amerta Buana Batam Wayan Catra Yasa, Kamis (6/12).

Catra Yasa menjelaskan awal berdirinya pura ini cukup panjang. Sejumlah tempat yang direncanakan menjadi lokasi pura dibatalkan karena aspek keamanan. Setelah lama terbelit masalah lokasi, akhirnya beberapa perintis dari sejumlah tokoh agama Hindu di Batam mendapat tempat di sebuah hutan belantara. Hutan itu dinilai angker, karena banyak kejadian aneh yang dialami warga sekitar. Hutan itu cukup luas, lebih dari dua hektar. Karena masih berupa perbukitan, para perintis pura sempat kesulitan menentukan titik letak lokasi Padmasana pura. Untuk menentukan titik letak Padmasana, para inisiator itu melakukan meditasi bersama, dengan dapat menerima pawarah-warah dari sang meraga dwijati.

Pada 18 Maret 2000 meditasi bersama yang dipimpin Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh itu akhirnya membuahkan hasil dan menemukan titik letak Padmasana yang akan dibangun. Lima bulan setelah itu tepatnya pada 4 Juni, para inisiator itu melakukan peletakan batu pertama yang disaksikan langsung oleh Dirjen Bimas Hindu dan Budha saat itu Wayan Suarjaya, dan dipuput Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh. Tahun 2003 akhirnya di-pelaspas alit agar bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Tahun 2004 tepatnya 16 Juni, Pura Agung Amerta Buana diresmikan di Kota Batam oleh Menteri Agama saat itu Prof. Said Agil Al Munawar. Baru 2 November 2009, para inisiator berhasil melaksanakan upacara ngenteg linggih.

Pura Agung Amerta Buana Batam, memiliki satu palinggih yang cukup besar setinggi 21,7 meter. Penentuan tinggi pura juga menyimpan filosofi yang didapat dari Brahma Anariaka Upanisad. Catra Yasa yang pernah menjadi Ketua Parisada Batam, Ketua Parisada Kepri dan Sektretaris Parisada Pusat ini mengatakan semestinya umat Hindu mengucapkan kata Om Kara sebanyak 21 kali yang memaknai tinggi pura sebagai proses penciptaan pura. Lima kata “Om” yang pertama adalah lima rasa yang disebut dengan panca tan matra, kemudian lima “Om” yang kedua, adalah lima benih yang disebut dengan panca maha buta, lima “Om” yang ketiga adalah lima rangsangan yang disebut dengan Panca Budi Indria, lima “Om” adalah panca indria, yang disebut dengan panca karmendria dan “Om” yang terakhir adalah Siwa Sadha Siswa Parama Siwa, Paramaning Dumadi. Sementara itu koma tujuhnya diartikan sebagai tujuh Maharsi penerima wahyu kitab suci weda dalam Hindu. Di palinggih utama pura ini juga terdapat tiga naga yang melambangkan Naga Ananta Boga, Naga Basuki dan Naga Taksaka.

Setiap perayaan hari besar agama Hindu, Pura Amerta Buana dipadati sekitar 2.500 hingga 3.000 pemedek di Kota Batam. Piodalan setiap purnama kelima. Di madyaning mandala pura ini juga didirikan Pasraman Jnana Sila Bakti untuk sekolah agama kepada sekitar 150 anak-anak. Yang unik gurunya adalah orang tuanya sendiri. Pura Agung Amerta Buana dikelola oleh badan Otorita Pura yang diketuai oleh Komang Trisna Jaya, tokoh agama berasal dari Banjar Sampalan, Klungkung. (kmb31)

Om Santih, Santih, Santih, Om

Sumber: http://www.puragunungsalak.com/2012/12/balipost-pura-agung-amerta-buana-batam.html
DI tengah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kini berdiri sebuah pura yang menjadi ikon Kota Batam. Melalui proses pendirian yang cukup sulit Pura Agung Amerta Buana berhasil didirikan oleh sejumlah inisiator dari tokoh Hindu yang bekerja di Batam. Pura Agung Amerta Buana menjadi satu-satunya pura milik umat Hindu di Kota Batam, bahkan menjadi padma buana bagian barat laut Indonesia, yang sudah di-bisama-kan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Demikian diungkapkan salah satu perintis Pura Agung Amerta Buana Batam Wayan Catra Yasa, Kamis (6/12).

Catra Yasa menjelaskan awal berdirinya pura ini cukup panjang. Sejumlah tempat yang direncanakan menjadi lokasi pura dibatalkan karena aspek keamanan. Setelah lama terbelit masalah lokasi, akhirnya beberapa perintis dari sejumlah tokoh agama Hindu di Batam mendapat tempat di sebuah hutan belantara. Hutan itu dinilai angker, karena banyak kejadian aneh yang dialami warga sekitar. Hutan itu cukup luas, lebih dari dua hektar. Karena masih berupa perbukitan, para perintis pura sempat kesulitan menentukan titik letak lokasi Padmasana pura. Untuk menentukan titik letak Padmasana, para inisiator itu melakukan meditasi bersama, dengan dapat menerima pawarah-warah dari sang meraga dwijati.

Pada 18 Maret 2000 meditasi bersama yang dipimpin Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh itu akhirnya membuahkan hasil dan menemukan titik letak Padmasana yang akan dibangun. Lima bulan setelah itu tepatnya pada 4 Juni, para inisiator itu melakukan peletakan batu pertama yang disaksikan langsung oleh Dirjen Bimas Hindu dan Budha saat itu Wayan Suarjaya, dan dipuput Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh. Tahun 2003 akhirnya di-pelaspas alit agar bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Tahun 2004 tepatnya 16 Juni, Pura Agung Amerta Buana diresmikan di Kota Batam oleh Menteri Agama saat itu Prof. Said Agil Al Munawar. Baru 2 November 2009, para inisiator berhasil melaksanakan upacara ngenteg linggih.

Pura Agung Amerta Buana Batam, memiliki satu palinggih yang cukup besar setinggi 21,7 meter. Penentuan tinggi pura juga menyimpan filosofi yang didapat dari Brahma Anariaka Upanisad. Catra Yasa yang pernah menjadi Ketua Parisada Batam, Ketua Parisada Kepri dan Sektretaris Parisada Pusat ini mengatakan semestinya umat Hindu mengucapkan kata Om Kara sebanyak 21 kali yang memaknai tinggi pura sebagai proses penciptaan pura. Lima kata “Om” yang pertama adalah lima rasa yang disebut dengan panca tan matra, kemudian lima “Om” yang kedua, adalah lima benih yang disebut dengan panca maha buta, lima “Om” yang ketiga adalah lima rangsangan yang disebut dengan Panca Budi Indria, lima “Om” adalah panca indria, yang disebut dengan panca karmendria dan “Om” yang terakhir adalah Siwa Sadha Siswa Parama Siwa, Paramaning Dumadi. Sementara itu koma tujuhnya diartikan sebagai tujuh Maharsi penerima wahyu kitab suci weda dalam Hindu. Di palinggih utama pura ini juga terdapat tiga naga yang melambangkan Naga Ananta Boga, Naga Basuki dan Naga Taksaka.

Setiap perayaan hari besar agama Hindu, Pura Amerta Buana dipadati sekitar 2.500 hingga 3.000 pemedek di Kota Batam. Piodalan setiap purnama kelima. Di madyaning mandala pura ini juga didirikan Pasraman Jnana Sila Bakti untuk sekolah agama kepada sekitar 150 anak-anak. Yang unik gurunya adalah orang tuanya sendiri. Pura Agung Amerta Buana dikelola oleh badan Otorita Pura yang diketuai oleh Komang Trisna Jaya, tokoh agama berasal dari Banjar Sampalan, Klungkung. (kmb31)

Om Santih, Santih, Santih, Om

Sumber: http://www.puragunungsalak.com/2012/12/balipost-pura-agung-amerta-buana-batam.html

Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Om Swastiastu - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger