KIDUNG DEWA YADNYA

Om Swastiastu

Setiap sembahyang di Pura tiang selalu menikmati alunan kidung yang di nyanyikan  sebelum melakukan persembahyangan. Mendengarkannya menyebabkan hati menjadi damai. Tiang kadang-kadang ikut pula melantunkan bait bait kidung tersebut walaupun gigis gigis ulian ten apal dan juga karena suara tiang yang tidak bagus alias fals. Berikut Kidung-kidung yang dilantunkan saat berada di Pura.


  • Kawitan Warga Sari - Pendahuluan sembahyang 

    1. Purwakaning angripta rumning wana ukir.
      Kahadang labuh. Kartika penedenging sari.
      Angayon tangguli ketur. Angringring jangga mure.
    2. Sukania harja winangun winarne sari.
      Rumrumning puspa priyaka, ingoling tangi.
      Sampun ing riris sumar. Umungguing srengganing rejeng

  • Pangayat - Menghaturkan sajen
    Kidung Warga Sari 


    1. Ida Ratu saking luhur. Kawula nunas lugrane.
      Mangda sampun titiang tanwruh. Mengayat Bhatara mangkin.
      Titiang ngaturang pajati. Canang suci lan daksina.
      Sami sampun puput. Pratingkahing saji.
    2. Asep menyan majagau. Cendana nuhur dewane,
      Mangda Ida gelis rawuh. Mijil saking luhuring langit.
      Sampun madabdaban sami. Maring giri meru reko.
      Ancangan sadulur, sami pada ngiring.
    3. Bhatarane saking luhur. Nggagana diambarane.
      Panganggene abra murub. Parekan sami mangiring.
      Widyadara-widyadari, pada madudon-dudonan,
      Prabhawa kumetug. Angliwer ring langit.
  • Pamuspan - Sembahyang
    Merdu - Komala 


    1. Ong sembah ning anatha. Tinghalana de Triloka sarana.
      Wahya dyatmika sembahing hulun ijeng ta tan hana waneh.
      Sang lwir agni sakeng tahen kadi minyak sakeng dadhi kita.
      Sang saksat metu yan hana wwang hamuter tutur pinahayu.
    2. Wyapi-wyapaka sarining paramatatwa durlabha kita.
      Icantang hana tan hana ganal alit lawan hala-hayu.
      Utpatti sthiti lina ning dadi kita ta karananika.
      Sang sangkan paraning sarat sakala-niskalatmaka kita.
    3. Sasi wimbha haneng: ghata mesi banyu.
      Ndan asing suci nirmala mesi wulan.
      lwa mangkana rakwa kiteng kadadin.
      Ring angambeki yoga kiteng sakala.
    4. Katemun ta mareka sitan katemu.
      Kahidepta mareka si tankahidep.
      Kawenang ta mareka si tan ka wenang.
      Paramartha Siwatwa nira warana.
  • Nunas tirtha - Mohon tirtha 
    1. Turun tirtha saking luhur. nenyiratang pemangkune.
      Mekalangan muncrat mumbul. Mapan tirtha mrtajati.
      Paican Bhatara sami, panglukatan dasa-mala.
      Sami pada lebur. Malane ring gumi.
    Demikianlah Kidung Dewa Yadnya yang dilantunkan di Pura. Semoga bermanfaat.

  • Om Santih, Santih, Santih, Om

     

    Ngeblog Ulian Belog

    Om Swastiastu

    NgeBlog bukan hal yang asing ditelingaku, sebuah aktifitas yang bagiku terkadang mengasikkan kadang juga mengesalkan, Aku lebih suka facebookan terbukti dengan 3 FP yang aku kelola selama ini yaitu tentang bola bali, nasionalisme dalam bingkai gubrak indonesia ataupun tentang FP Hindu yang baru sebulan aku kelola. Tapi entah mengapa aku pengen sekali membuat( membuat lagi blog baru karena blog lama yang tak terurus). Aku selalu asik dan antusias saat menata blog memasang vitur-vitur dan widget ampe begadang semalam suntuk tanpa rasa kantuk tapi aku selalu blank saat membuat artikel.

    Artikel atau tulisan yang memang sebenarnya aku sangat nggak tertarik soalnya dulu waktu aku SD pasti karangan yang aku buat berisi kata-kata spesial seperti Kemudian setelah itu dan sebagainya yang tentu saja membuat karanganku sangat monoton.

    Aku ingin sekali belajar menulis seperti orang-orang di blogger yang tidak hanya sekedar COPAS dan meniru tulisan orang. Aku ingin mempunyai tulisan yang memang muri dari otak pikiranku. tapi apa mau dikata otakku kadang buntu saat menulis. HAhhahaha...tapi untung saja ada Pekak Google yang selalu menemani malam-malamku. aku ingin berguru dan belajar banyak tentang artikel dan tulisan, biar bisa nulis n membuat Blogku ini rame dikunjungi....ckkckckck jadi ngelantur.

    Oya Blog ini sengaja aku buat untuk mengisi waktuku pada malam hari yang sulit sekali tidur apa yang dikatakan insomnia kata orang penyakit susah tidur jadi dari pada aku bengong nggak jelas mening aku buat blog untuk mencurahkan isi hatiku.. Namun yang tak kalah pentingnya lagi untuk mengumpulkan artikel artikel tentang Agama Hindu dan Budaya Bali maupun Nusantara sekaligus membackup FP Om Swastiastu yang aku kelola selama sebulan terakhir ini.

    Ya semoga saja apa yang aku tulis dan yang aku kumpulkan ini bisa bermanfaat bagi orang yang membacanya. Care tulisan di Bali Blogger Community Ngeblog pang sing Belog. Yen tiang pedidi Ulian Belog tiang Ngeblog pang duegan hehehe..Inggih puputang asapunika pang sing kangin kauh ngendah.

    Jika Berkenan mohon mengisi form Survei berikut : Survei

    Om Santih, Santih, Santih, Om
     

    Karena Setiap Orang Harus Punya Harapan

    Om Swastiastu 

    Blog ini sudah jadi menurutku, mulai dah penyakitku kambuh yaitu blank tanpa ide apa untuk elanjutkan blog ini. Konsistensi suatu hal yang memang menjadi kelemahanku...sampai kutulis coretanku berikut ini.

    Suara suara malam menghiasi malamku hari ini entahlah aku lupa hari apa, Hariku tak seindah dulu, siang malam tak ada bedanya hancur dan sedikit ruwet...hanya tombol laptop yang menemaniku sepanjang hari...cintaku entah kemana rejekipun hilang ditelan bumi...serasa hanya tinggal keputusasaan..tak ada gairah...

    Namun sejenak aku putar sepotong film lawas yang pernah kuplototi beberapa tahun yang lalu..pemain utamanya seorang vokalis yang cukup terkenal pada masanya..film itu mengisahkan tentang seseorang yang sedang mencari jati dirinya mencari cintanya ya macam kehidupan abg gitulah tapi yang bikin film itu menarik menurutku adalah film itu ceritanya nggak dibuat buat kayak sinetron jaman sekarang...alurnya juga nya kayak kehidupan yang sebenarnya...dan yang lebih penting lagi banyak petuah atau nasehat tentang kehidupan yang ada didalamnya.....misalnya tentang kehidupan yaitu hidup adalah pilihan, karena hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yg salah.

    Kata-kata yang pas dan mengena banget mengingat masa laluku yang cukup kelam dalam blantika percintaan yang hampir mirip dengan cerita film ini..dan satu hal yang membuat aku bergairah dalam hidup ini adalah sebuah cuplikan kata kata nasehat temennya si Abie yaitu "Harapan, Karena setiap orang harus punya harapan..karena orang yang punya harapan adalah orang yang punya segala-galanya" Selama harapan masih ada kita harus terus berjuang menggapai mimpi mimpi yang belum terbeli...semua butuh perjuangan, Hidup harus tetap menjalani tahap tahap tertentu itu katan uwaknya si abie

    kalau pengen lari belajar jalan dulu
    kalau pengen berenang belajar ngapung dulu
    kalau kamu pengen dicintai orang belajar mencintai dulu

    Itulah hidup jalani seperti air mengalir..kalau kata trainerku mas bayu satria sih Make it Easy..hidup jangan dibikin ruwet. Kuputuskan akan kulanjutkan apa yang telah kubuat dengan menikmatinya sehappy happynya seperti Mr Special one Jose Mourinho yang menyebut dirinya sekarang sebagai Mr. Happy. Bekerjalah dengan senang hati jangan pikirkan hasil yang penting Happy dulu.

    Oke deh segitu dulu malam ini curhatku...semoga mulai saat ini detik ini hidup akan semakin bergairah karena semangat makin membara.

    Om Santih, Santih, Santih, Om

     

    Gayatri Mantram, Menangkal & Mengobati Ilmu Hitam

    Om Swastiastu
    Berdoa dan sembahyang adalah kewajiban kita sebagai mahkluk Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur, memohon keselamatan dan kebahagiaan rohani/spiritual. Agama adalah jalan menuju kepada-Nya, dan setiap agama ada suatu ungkapan kata-kata indah dan relegius sebagai sarana komunikasi mendekatkan diri kepada Beliau Yang Maha Esa. Semua kata-kata suci tersebut tercantum dalam kitab suci agama masing-masing.

    Dalam agama Hindu secara universal kita mengenal yang namanya mantra/mantram. Mantra bukanlah hanya sekedar nyanyian kata-kata, namun sebagai sarana memusatkan pikiran menuju alam kebahagiaan spiritual Tuhan/Sang Hyang Widhi dan sebagai sarana komunikasi yang mempunyai nilai yang sangat religius. Mantra tidak hanya diucapkan berkali-kali tetapi juga harus dimengerti dan direnungkan. Dengan begitu anda akan dapat merasakan kebahagiaan spiritual menuju kepada Hyang Widhi.


    Mantra yang paling penting kita kenal dan merupakan pokok atau ibu dari semua mantra dan weda adalah mantram Gayatri. Mantra Gayatri juga menjadi bagian dalam mantra Tri Sandhya yang menjadi mantra persembahyangan umat Hindu di Bali.

    Mantram Gayatri juga dinyatakan sebagai Ibu dari segala mantram, Gayatri juga disebut sebagai doa yang universal yang terdapat dalam Kitab Suci Weda, baik Reg Weda, Yajur Weda maupun Sama Weda. Mantra ini dapat dipergunakan untuk memohon kejernihan akal budi agar tercipta kebenaran tanpa penyimpangan. Mantram Gayatri dianggap sebagai intisari dari seluruh ajaran weda, sehingga ada orang yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang tidak perlu mengucapkan Mantram aapun selain Gayatri Mantram.


    Gayatri  Mantram untuk pengobatanBanyak orang yang mengatakan bahwa mantram Gayatri sangat ampuh digunakan sebagai pengobatan, dan dibawah ini ada beberapa cara pengobatan menggunakan Gayatri mantram :
    A. Kalau terkena sihir ilmu tenung leak dll,Pegang air dalam gelas depan dada,satukan cipta rasa degan membayangkan kuasa tuhan sambil menarik nafas,umpamakan menrik air api angin,lalu rasakan ,asuk ketubuh dan bersemayam dijantung.ucapkan gayatri mantram dengan menahan nafas 11 kali,kemudian ucapkan om 11 kali, lalu barulah air diminum.dan mengusapkan keseluruh tubuh.lakukan sampe sakit hilang.

    B. Menghilangkan keresahan galau dan takut.
    :Rasakan saat menarik nafas dan mengeluarkan sambil merasakan suara om,sampai tarik nafas hitungan ke 9x.lalu ucapkan gayatri mantra dlm hati sungguh2 9x.lalu hembuskan nafas dan usap seluruh tubuh.

    C.menghilangkan serangan ilmu hitam,dan gangguan mahluk halus.
    ucapkan gayatri mantra sebelum tidur 3x.bangun pagi 7x,ketika menginjakkan kaki ucapkan om sambil berjalan beberapa langkah.lakukan seumur hidup


    Namun demikian, dengan lebih sering berjapa Gayatri Mantram kita akan sedikit demi sedikit dapat mencapai kesucian itu. Teruslah berjapa dan jangan pernah bosan. Lambat tapi pasti, ketenangan jiwa akan mulai terasa.

    Mantra Gayatri melindungi kita karena Gayatri adalah Annapurna, Ibu Jagat Raya, kekuatan yang menjiwai segala kehidupan. Bila kita dilindungi Annapurna, Tuhan sebagai Ibu, kita tidak perlu menangis untuk pangan atau papan. (Karena itu, kita harus mengucapkan Mantra Gayatri sesering mungkin. Semakin banyak kita mengucapkan Mantra Gayatri, semakin besar manfaatnya bagi kita.

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Daftar Pustaka :
     

    XXX - Nak Bali

    Om Swastiastu
    Puniki tiang postingkan lirik sekalian kord gitar dari lagu yang sangat tiang sukai. Lagu puniki menurut tiang sangat mengandung makna fanatisme kedaerahan. Sebagai Orang Bali janganlah samapai kita melupakan asal usul kita walau dimanapun kita berada. Ngiring lestarikan lan Ajegang Budaya Bali.




    Tags : Chord Lagu Bali, Kord, Lirik, Lyric, XXX, Nak Bali
    Author : Original [XXX]Bali Facebook
    Credit  : http://www.facebook.com/pages/xxx-Bali/61580686597

    G
    Dadi ngaku uling Bali, yen be nyak ngaku uling Bali
    D                               C                G
    Dini laku, kumpul-kumpul ngalih timpal

    G
    Bareng-bareng jak makejang, demen-demen saling kenyemin
    D              C                                       G
    Sareng sami magending, magending Bali

    Am                                        C
    Yadiastun tyang magending Bali, Sing buwungan ade ne demen, ade ne sing demen
        G                               D
    Nah depang ja keto de... nah sing kenken de... Nyen nawang ye mula sing ngerti
    Am                                 C
    Sing ade luwungan magending Bali, Pang bisa, pang nawang ngajiang Bali
    G                                 D
    Nyen ne ngorang de... nyen ne ngelah de... Yen sing iraga padidi ne ngelahang...

          G                             D              C                        G
    Anak Bali... Tiang nak Bali, mebasa Bali..magending Bali
           G                         D             C                   G
    Dadi nak Bali...Yen melali pasti mewali mulih ke Bali

         D                                             C
    Yadiastun joh joh joh... tiang melali, Joh joh joh tyang megae
    D                                G
    Tiang lakar mulih, jeg pasti mulih, Mulih ke Bali...

    ..megambel..... gitar...


    Melodi

    G
    Yen mula seken ngajegang Bali, lan bareng-bareng ngastiti bakti

    Yen mula demen jak gumi Bali, magending gending lautang jani

    eeeee.... ooooo... e e e... o o o....

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    (Jika berkenan, mohon kesediaannya untuk mengisi form survei berikut ini : Surveiklik
     

    Link Sahabat

    Om Swastiastu

    Punapi gatrane alias Kengken Kabare apakabar semeton sareng sami.. Ngiring berbagi Link pang rame.
    Berikut Link-link Sahabat yang akan terus diupdate setiap saat :

    Rare Angon
    Gubrak Indonesia | Nasionalisme Indonesia
    Radio Nak Bali

    Om Santih, Santih, Santih, Om
     

    Sang Pelopor Kalender Bali, Ketut Bangbang Gde Rawi

    Om Swastiastu

    Sebagian besar orang Bali pasti mengenal sosok Ketut Bangbang Gde Rawi,. Beliau adalah sang pelopor Kalender Bali yang sangat terkenal. Ketut Bangbang Gde Rawi dilahirkan di Desa Celuk, SukawatiBali, pada 17 September 1910 sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah Jro Mangku Wayan Bangbang Mulat dan ibunya Jro Mangku Nyoman Rasmi. Beliau adalah pelopor kalender Bali. Berkat jasa Beliau lah, setiap keluarga Hindu bali di perantauan bisa tetap mengikuti hari-hari suci, yang ditetapkan berdasarkan kalender Jawa - Bali.
    Kalender Jawa - Bali di tetapkan bersadarkan wewaran (dari ekawara s/d sapta wara). Di Jawa, saat ini yang tetap terkenal adalah Pancawara : Legi (umanis), Pahing (Paing), Pon, Wage, Kliwon.
    Di Bali, Saptawara juga sangat dikenal (Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrhaspati, Sukra, Saniscara). Diterjemahkan ke kalender internasional sbb : Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu.

    Latar belakang

    Gde Rawi belajar di sekolah Goebernemen Negeri di tempat kelahirannya di Sukawati. Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas, pada usia 19 tahun, Gde Rawi mengembangkan minatnya terhadap ilmu wariga, adat, dan filsafat agama Hindu. Untuk itu ia rajin mengunjungi pusat-pusat pengkajian agama, mempelajari lontar, menekuni wariga dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh agama. Ia juga tertarik pada bidang kesenian, seperti tari dan seni rupa. Ia sempat mengembangkan kecakapannya dalam memahat dan melukis selama tahun1930-an. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai tukang jahit, berjual-beli pakaian jadi dan perhiasan emas.

    Menekuni kalender

    Pada awal 1940-an, sebelum kemerdekaan, Gde Rawi pernah diangkat menjadi perbekel di Celuk. Saat itu, ia mewarisi banyak pustaka lontar dan karenanya banyak orang yang datang kepadanya untuk berkonsultasi tentang hari-hari baik untuk upacara dan kegiatan adat lainnya. Namanya pun tersiar dan dikenal oleh masyarakat luas, sehingga tokoh-tokoh adat dan agama se-Kabupaten Gianyar memintanya untuk menyusun kalender. Dengan rendah hati ia menolak permintaan tersebut.
    Namun, permintaan dan desakan semakin gencar, dan pada rapat-rapat sulinggih Bali Lombok antara tahun 1948-1949, dikeluarkan keputusan untuk memberikan kepercayaan kepada Gde Rawi untuk membuat kalender Bali. Gde Rawi akhirnya tak dapat menolak lagi. Setahun berikutnya ia mulai mengerjakan kalender tersebut dan dicetak oleh penerbit Pustaka Balimas, sebuah penerbit besar di Bali saat itu. 
    Saat ini, berbagai penulis kalender Bali, telah mengikuti jejak Beliau. Bahkan Kalendar Bali sudah ada yang dibuat dalam aplikasi Blackberry maupun di Internet ada Kalender digital yang sangat bermanfaat bagi umat Hindu. Bapak I Kt. Bangbang Gde Rawi, adalah sang pelopor. Kecintaannya pada sistem kalender Bali, telah mempermudah kehidupan beragama umat Hindu Bali di perantauan.
    Wajah Beliau menghiasi kalender Bali, yang terpampang di ruang keluarga, mulai dari rumah petani di desa di kaki gunung Batur, sampai di rumah guru gamelan Bali di Washington DC.
    Terima kasih, Pak Gde Rawi.

    Jika berkenan mohon mengisi form Survei berikut ini : Survei
    Suksma

    Om Santih, Santih, Santih, Om
     

    Pura Agung Amerta Buana Batam

    Om Swastiastu
    "Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".
    DI tengah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kini berdiri sebuah pura yang menjadi ikon Kota Batam. Melalui proses pendirian yang cukup sulit Pura Agung Amerta Buana berhasil didirikan oleh sejumlah inisiator dari tokoh Hindu yang bekerja di Batam. Pura Agung Amerta Buana menjadi satu-satunya pura milik umat Hindu di Kota Batam, bahkan menjadi padma buana bagian barat laut Indonesia, yang sudah di-bisama-kan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Demikian diungkapkan salah satu perintis Pura Agung Amerta Buana Batam Wayan Catra Yasa, Kamis (6/12).

    Catra Yasa menjelaskan awal berdirinya pura ini cukup panjang. Sejumlah tempat yang direncanakan menjadi lokasi pura dibatalkan karena aspek keamanan. Setelah lama terbelit masalah lokasi, akhirnya beberapa perintis dari sejumlah tokoh agama Hindu di Batam mendapat tempat di sebuah hutan belantara. Hutan itu dinilai angker, karena banyak kejadian aneh yang dialami warga sekitar. Hutan itu cukup luas, lebih dari dua hektar. Karena masih berupa perbukitan, para perintis pura sempat kesulitan menentukan titik letak lokasi Padmasana pura. Untuk menentukan titik letak Padmasana, para inisiator itu melakukan meditasi bersama, dengan dapat menerima pawarah-warah dari sang meraga dwijati.

    Pada 18 Maret 2000 meditasi bersama yang dipimpin Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh itu akhirnya membuahkan hasil dan menemukan titik letak Padmasana yang akan dibangun. Lima bulan setelah itu tepatnya pada 4 Juni, para inisiator itu melakukan peletakan batu pertama yang disaksikan langsung oleh Dirjen Bimas Hindu dan Budha saat itu Wayan Suarjaya, dan dipuput Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh. Tahun 2003 akhirnya di-pelaspas alit agar bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Tahun 2004 tepatnya 16 Juni, Pura Agung Amerta Buana diresmikan di Kota Batam oleh Menteri Agama saat itu Prof. Said Agil Al Munawar. Baru 2 November 2009, para inisiator berhasil melaksanakan upacara ngenteg linggih.

    Pura Agung Amerta Buana Batam, memiliki satu palinggih yang cukup besar setinggi 21,7 meter. Penentuan tinggi pura juga menyimpan filosofi yang didapat dari Brahma Anariaka Upanisad. Catra Yasa yang pernah menjadi Ketua Parisada Batam, Ketua Parisada Kepri dan Sektretaris Parisada Pusat ini mengatakan semestinya umat Hindu mengucapkan kata Om Kara sebanyak 21 kali yang memaknai tinggi pura sebagai proses penciptaan pura. Lima kata “Om” yang pertama adalah lima rasa yang disebut dengan panca tan matra, kemudian lima “Om” yang kedua, adalah lima benih yang disebut dengan panca maha buta, lima “Om” yang ketiga adalah lima rangsangan yang disebut dengan Panca Budi Indria, lima “Om” adalah panca indria, yang disebut dengan panca karmendria dan “Om” yang terakhir adalah Siwa Sadha Siswa Parama Siwa, Paramaning Dumadi. Sementara itu koma tujuhnya diartikan sebagai tujuh Maharsi penerima wahyu kitab suci weda dalam Hindu. Di palinggih utama pura ini juga terdapat tiga naga yang melambangkan Naga Ananta Boga, Naga Basuki dan Naga Taksaka.

    Setiap perayaan hari besar agama Hindu, Pura Amerta Buana dipadati sekitar 2.500 hingga 3.000 pemedek di Kota Batam. Piodalan setiap purnama kelima. Di madyaning mandala pura ini juga didirikan Pasraman Jnana Sila Bakti untuk sekolah agama kepada sekitar 150 anak-anak. Yang unik gurunya adalah orang tuanya sendiri. Pura Agung Amerta Buana dikelola oleh badan Otorita Pura yang diketuai oleh Komang Trisna Jaya, tokoh agama berasal dari Banjar Sampalan, Klungkung. (kmb31)

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Sumber: http://www.puragunungsalak.com/2012/12/balipost-pura-agung-amerta-buana-batam.html
    DI tengah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kini berdiri sebuah pura yang menjadi ikon Kota Batam. Melalui proses pendirian yang cukup sulit Pura Agung Amerta Buana berhasil didirikan oleh sejumlah inisiator dari tokoh Hindu yang bekerja di Batam. Pura Agung Amerta Buana menjadi satu-satunya pura milik umat Hindu di Kota Batam, bahkan menjadi padma buana bagian barat laut Indonesia, yang sudah di-bisama-kan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Demikian diungkapkan salah satu perintis Pura Agung Amerta Buana Batam Wayan Catra Yasa, Kamis (6/12).

    Catra Yasa menjelaskan awal berdirinya pura ini cukup panjang. Sejumlah tempat yang direncanakan menjadi lokasi pura dibatalkan karena aspek keamanan. Setelah lama terbelit masalah lokasi, akhirnya beberapa perintis dari sejumlah tokoh agama Hindu di Batam mendapat tempat di sebuah hutan belantara. Hutan itu dinilai angker, karena banyak kejadian aneh yang dialami warga sekitar. Hutan itu cukup luas, lebih dari dua hektar. Karena masih berupa perbukitan, para perintis pura sempat kesulitan menentukan titik letak lokasi Padmasana pura. Untuk menentukan titik letak Padmasana, para inisiator itu melakukan meditasi bersama, dengan dapat menerima pawarah-warah dari sang meraga dwijati.

    Pada 18 Maret 2000 meditasi bersama yang dipimpin Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh itu akhirnya membuahkan hasil dan menemukan titik letak Padmasana yang akan dibangun. Lima bulan setelah itu tepatnya pada 4 Juni, para inisiator itu melakukan peletakan batu pertama yang disaksikan langsung oleh Dirjen Bimas Hindu dan Budha saat itu Wayan Suarjaya, dan dipuput Ida Pedanda Gede Oka Kemenuh. Tahun 2003 akhirnya di-pelaspas alit agar bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Tahun 2004 tepatnya 16 Juni, Pura Agung Amerta Buana diresmikan di Kota Batam oleh Menteri Agama saat itu Prof. Said Agil Al Munawar. Baru 2 November 2009, para inisiator berhasil melaksanakan upacara ngenteg linggih.

    Pura Agung Amerta Buana Batam, memiliki satu palinggih yang cukup besar setinggi 21,7 meter. Penentuan tinggi pura juga menyimpan filosofi yang didapat dari Brahma Anariaka Upanisad. Catra Yasa yang pernah menjadi Ketua Parisada Batam, Ketua Parisada Kepri dan Sektretaris Parisada Pusat ini mengatakan semestinya umat Hindu mengucapkan kata Om Kara sebanyak 21 kali yang memaknai tinggi pura sebagai proses penciptaan pura. Lima kata “Om” yang pertama adalah lima rasa yang disebut dengan panca tan matra, kemudian lima “Om” yang kedua, adalah lima benih yang disebut dengan panca maha buta, lima “Om” yang ketiga adalah lima rangsangan yang disebut dengan Panca Budi Indria, lima “Om” adalah panca indria, yang disebut dengan panca karmendria dan “Om” yang terakhir adalah Siwa Sadha Siswa Parama Siwa, Paramaning Dumadi. Sementara itu koma tujuhnya diartikan sebagai tujuh Maharsi penerima wahyu kitab suci weda dalam Hindu. Di palinggih utama pura ini juga terdapat tiga naga yang melambangkan Naga Ananta Boga, Naga Basuki dan Naga Taksaka.

    Setiap perayaan hari besar agama Hindu, Pura Amerta Buana dipadati sekitar 2.500 hingga 3.000 pemedek di Kota Batam. Piodalan setiap purnama kelima. Di madyaning mandala pura ini juga didirikan Pasraman Jnana Sila Bakti untuk sekolah agama kepada sekitar 150 anak-anak. Yang unik gurunya adalah orang tuanya sendiri. Pura Agung Amerta Buana dikelola oleh badan Otorita Pura yang diketuai oleh Komang Trisna Jaya, tokoh agama berasal dari Banjar Sampalan, Klungkung. (kmb31)

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Sumber: http://www.puragunungsalak.com/2012/12/balipost-pura-agung-amerta-buana-batam.html
     

    Tanya Jawab Pelaksanaan Tri Sandhya

    Om Swastiastu

    QUESTION:


    1.  Apa dasar pelaksanaan Tri Sandhya itu? Apakah langsung dari Weda, lontar, atau apapun itu yang tersurat atau tersirat mohon diinformasikan. Dan disampaikan juga kepada saya sumber yang menyatakan untuk melaksanakan Tri Sandhya tersebut.
    2. Waktu Pelaksanaan Tri Sandhya sebaiknya jam berapa saja?
    3. Tata cara pelaksanaan Tri Sandhya? Apakah setiap saya akan Tri Sandhya harus mandi dulu. Bagaimana “wudu” sebelum Tri Sandhya? Bagaimana pakaian yang dianjurkan? Apakah harus menggunakan “senteng”?
    4. Bagaimana jika saya berada di Kantor, di mana saya harus melaksanakan Tri Sandhya? Kalo di rumah, Tri Sandhya dilakukan di mana sebaiknya: Kamar Tidur (di atas tempat tidur), kamar suci tersendiri, di Merajan, Depan Plangkiran.
    5. Apakah wajib pake dupa?
    6. Seandainya saya tidak melaksanakan Tri Sandhya pada siang hari, apakah bisa dirapel pada sore harinya?

    ANSWER:

    1. Puja Trisandya disusun di Bali pasca G-30-S (1967) oleh beberapa tokoh/ pemuka agama antara lain:

        I Gst Bagus Sugriwa (alm)
        Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm)
        Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus (alm)
        I Ketut Bangbang Gde Rawi (alm)

    dengan mengambil sumber dari: Gayatri Mantram (bait 1), Narayana Upanisad (bait 2), Weda Parikrama (bait 3,4), dan Lontar Siwa Tattwa Purana (bait 5,6).

    Oleh karena berbentuk campuran antara beberapa mantram Weda dan Wedangga, maka disebut “Puja”.

    Puja Trisandya dianjurkan ke masyarakat untuk meningkatkan srada yang ketika itu sedang porak-poranda oleh gerakan komunis. Maka mulailah didengungkan ke sekolah-sekolah, Pura, dll. Kini sudah memasyarakat.

    2. Tidak ada ketentuan jam, hanya berdasarkan “dauh” yakni, pagi: antara jam 05.30 – jam 6.30, siang: 11.30 – 12.30, malam: 17.30 – 18.30

    3. Tata cara pelaksanaan Tri Sandhya

        Cuci kaki, tangan, muka, kumur-kumur, dengan mantram-mantram (lihat website saya: Doa Sehari-hari Menurut Hindu).
        Kalau di rumah/ Pura berpakaian adat (untuk etnis Bali), kalau di tempat lain, menurut keadaan.

    4. Di Kantor, cari tempat yang tenang. Sedang di perjalanan, sikap duduk biasa, ucapkan dalam hati atau kalau mungkin boleh bersuara

    5. Kalau memungkinkan bagus, kalau tidak nggak apa-apa tanpa dupa

    6. Boleh. Keleluasaan itu mungkin mengherankan dan berbeda menurut ajaran agama lain. Ini karena Hindu bukanlah “agama doktrin” tetapi Hindu itu agama yang sangat toleran dan fleksibel.

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Sumber : http://stitidharma.org/pelaksanaan-tri-sandhya/
     

    Cuntaka atau Sebelan

    Om Swastiastu 
    "Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".

    Sabtu kemarin tiang bersama keluarga sebenarnya berencana untuk melukat dan sembahyang di Pura Tirta Empul, Namun karena mendapat kabar bahwa ada sodara di merajan kawitan yang meninggal kami terpaksa membatalkan rencana untuk melukat dan sembahyang di Pura Tirta Empul. Hal ini dikarenakan bahwa sebab kematian itulah sekarang kami dalam keadaan Cuntaka atau dalam istilah Balinya juga sering disebut sebel atau sebelan. Dan menurut kesepakatan keluarga kami setiap ada yang meninggal dikeluarga kawitan kami mengambil sebelan selama 3 hari.
    Cuntaka adalah suatu keadaan yang tidak suci menurut pandangan agama Hindu, 
    • masa kotor atau yang populer disebut Cuntaka dan 
    • dalam istilah bahasa Bali-nya disebut Sebel, berkaitan dengan tata susila dan etika

    Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat diusahakan de­ngan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus seperti dijelaskan didalam Kitab Hukum Hindu Manawa Dharmasastra V. 109 :

    ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI

    Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat diusahakan de­ngan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus seperti dijelaskan didalam Kitab Hukum Hindu Manawa Dharmasastra V. 109 :
    ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI

    ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
    • Tubuh dibersihkan dengan air.
    • Pikiran disucikan dengan kebenaran.
    • Jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata dan 
    • Kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

    No.PenyebabnyaRuang lingkupBatas waktu
    1KematianKeluarga terdekat sampai dengan mindon, serta orang- orang yang ikut mengantar jenazah, demikian pula alat- alat yang dipergunakan dalam keperluan ituDisesuaikan dengan Loka dresta dan Sastra dresta.
    2HaidDiri pribadi dengan kamar. tidurnyaSelama masih mengeluarkan darah sampai membersihkan diri.
    3BersalinDiri pribadi dan suaminya beserta rumah yang ditempatinyaSekurang- kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan dan suaminya sekurang- kurangnya sampai lepas puser bayinya.
    4Keguguran kandunganDiri pribadi dan suami beserta rumah yang ditempatinya.Sekurang- kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan.
    5Sakit (kelainan)Diri pribadi dan pakaiannya.
    6PerkawinanDiri pribadi dan kamar tidurnyaSampai dengan mendapat tirta pabeakaonan.
    7Gamya gamana (incest)Diri pribadi yang melakukan dan desa                                adatnyaSampai diceraikan, diadakan pembersihan baik terhadap diri pribadi maupun desa adat/ kahyangan.
    8Salah timpal (bersetubuh dengan binatang)Diri pribadi yang melakukan dan desa                                adatnya.Diselesaikan sebagaimana mestinya sesuai dengan adat dan agama Hindu. Sampai dengan upakara beakaon.
    9Hamil tanpa beakaonDiri pribadi dan kamar tidurnya.Sampai dengan upakara beakaon.
    10Mitra ngalangDiri pribadi dan kamar tidurnya.Sampai dengan upakara beakaon.
    11Lahir dari kehamilan tanpa upacaraDiri pribadi, anak dan rumah yang ditempatinya.Sampai dengan adanya yang memeras                                (disahkan sebagai anak sesuai dengan agama Hindu).
    12Melakukan Sad TatayiDiri pribadi.Sampai diprayascita dan sama sekali tidak boleh menjadi rohaniawan.
      Seseorang yang dalam keadaan sebel atau cuntaka tidak diperkenankan memasuki tempat suci atau pun melaksanakan pekerjaan yang dianggap suci. 
    1. Manawa DharmaSastra | saat jaman manu / satya yuga
    1. Parasara  saat jaman kali yuga dimulai
    1. Agastya, Roga Sangara, Widhi Sastra.
    1. Catur Cuntakantaka,
    1. Catur Cuntaka.
    1. Pangalantaka.

    Parasara Dharmasastra III.1-2

    ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
    DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
    KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
    SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.

    Parasara Dharmasastra III.1-2
    ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
    DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
    KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
    SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.

    ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
    DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
    KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
    SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
    Artinya :
    Sekarang Aku akan menjelaskan tentang periode atau masa ketidaksucian seseorang yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian (dari anggota keluarganya)
    Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.

    Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.
    Keterangan : masing-masing golongan masyarakat lama masa kotor berbeda disebabkan karena tingkat kemampuan menyunyikan diri berbeda bagi golongan yang satu dengan golongan yang lainya, misalkan 
    • seorang Brahmana jauh lebih mampu menyucikan dirinya dibandingkan dengan seorang sudra.
    • selain itu pula seorang Brahmana memliki kewajiban yang lebih penting dari pada yang lainya, siapa yang akan menyelesaikan sebuah upacara atau perayaan korban suci jika seorang brahmana atau pendeta terlalu lama cuntaka (tidak suci)? 
    • bahkan terkadang seorang brahmana tidak dipengaruhi oleh cuntaka. Demikian juga halnya dengan Ksatrya yang memiliki kewajiban yang lebih berat daripada vaisya dan sudra, sehingga lama cuntaka lebih singkat.
    • Dalam lontar Widhisastra disebutkan apabila pada saat piodalan ada krama yang meninggal dunia,hendaknya upacara piodalan diselesaikan dulu,setelah selesai baru kita melaksanakan upacara kematian baik dikubur maupun di lakukan upacara ngaben, agar konsentrasi umat tidak bingung dan terpecah, dalam lontar pelutuk bebanten apabila sang mati belum diperciki tirtha pangringkesan belumlah dianggap mati, sering diistilahkan dengan ditidurkan.
    • Kaletehan / cuntaka yang dipancarkan sawa mendiang diblokir saat upacara ngaben yang dengan menggunakan damar kurung sebagai sarana permohonan kepada Sanghyang Agni agar cuntaka berkurang.


    Susila yang merupakan tata nilai tentang baik dan buruk (bukan salah dan benar), apa yang harus dikerjakan dan apa pula yang harus dihindari sehingga tercipta suatu tatanan antar manusia dalam masyarakat yang dianggap serasi, baik rukun dan bermanfaat bagi setiap orang.

    Di samping itu tentu kebersihan badan, pakaian dan sikap badan setiap bekerja harus pula tidak diabaikan. 
    Yang menjadi pertanyaan, Faktor apakah yang menyebabkan seseorang tidak suci (cuntaka) dan apa pula yang patut dilakukan .untuk memulihkan keadaan menjadi normal kembali? 

    Menurut Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang disahkan Parisada Hindu Dharma (PHDI), diatur dalam Lontar Catur Cuntaka, merupakan pengembangan lebih jauh tentang aturan kesucian yang ditetapkan a.l. dalam Weda Parikrama. hal-hal yang menyebabkan seseorang cuntaka (sebel) adalah: 

      
    Larangan :

     Sumber Hukum Hindu mengenai Cuntaka dalam kitab suci dan atau lontar yang dapat dipakai sebagai sumber antara lain :
    Sloka-Sloka Cuntaka Karena Kelahiran Dan Kematian Berdasarkan Kitab Parasara Dharmasastra


    Kutipan dari  StitiDharma Online

    Aturan tentang Cuntaka juga mengandung pengertian yang mendalam bahwa manusia dalam mewujudkan bhaktinya kepada Tuhan mempunyai dua aspek yang penting yakni aspek vertikal (hubungan dengan Yang Maha Kuasa) dan aspek horizontal (hubungan dengan sesama umat manusia) Kedua aspek itu dijaga keseimbangan dan keharmonisannya. Mereka yang cuntaka diharap tidak mengganggu konsentrasi persembahyangan warga yang lain ditempat-tempat persembahyangan umum. Namun kalau ia bersembahyang sendiri di kamar tidur/tempat khusus, tidak dilarang. 

    Harap dibedakan antara cuntaka dan sembahyang. Maksud saya, dalam keadaan cuntaka kita boleh bersembahyang. Misalnya dikuburanpun kita sembahyang bila mengadakan upacara mendem layon, ngeseng/membakar, dll. Namun dalam keadaan cuntaka kita tidak bersembahyang di Pura-Pura umum, karena menghormati pemedek lainnya. Jadi dalam pendakian spiritual ada pengertian vertikal dan horizontal. Maksud saya, vertikal, yakni bhakti kepada-Nya, dan horizontal maksudnya membina keharmonisan dengan sesama. Kita tidak boleh hanya memperhatikan masalah vertikal saja lalu mengabaikan hal-hal yang bersifat horizontal. Dalam bahasa Bali umumnya rangkaian itu disebut : desa – kala – patra.

    Pura Subak, linggih Bhatari Ulundanu, dadosne nika Pura Wewidian. Sami Pura Wewidian tan keni cuntaka, artosna yening wenten kacuntakan, dados ngeranjing ke Pura-Pura Wewidian.

    Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan :
    1. Jika pikiran kotor, iri hati, dendam,congkak dan selingkuh
    apakah itu termasuk dalam bagian cuntake??
    2. Jika memang bagian dari cuntake, apakah hal hal tersebut lebih
    tinggi nilai cuntakenya dari orang meninggal, wanita haid?
    3. Kenapa wanita melahirkan selama 42 hari dibilang cuntake?

    Jawaban :
    1. Devinisi “Cuntaka” yang diputuskan dalam Paruman Sulinggih PHDI berbunyi sbb. : Cuntaka adalah keadaan tidak suci menurut keyakinan Agama Hindu.
    Perlu dibahas dan ditafsirkan sebagai berikut :
    a. “Keadaan” dapat dikatakan secara sklala (kasat mata) dan niskala (tidak kasat mata) Tentang yang kasat mata (nyata) misalnya kematian, menstruasi, bayi belum 3 bulanan, kawin belum mabeajkala, kawin salah timpal, kawin gamia-gamana, mitra ngalang, paradara, sakit gede, dll. Tentang yang niskala (tidak kasat mata – tidak nyata) misalnya pikiran, khayalan, dll.
    b. “Tidak suci” artinya menyimpang dari ajaran kitab suci Weda, Upaweda, Pancami Weda, Wedangga, dll. Termasuk menyimpang adalah pelanggaran trikaya parisudha yakni pikiran, perkataan, dan perbuatan yang dilarang Agama HIndu.

    Sebagaimana yang diketahui, Pikiran yang dilarang/tidak suci :
    a. Dilarang menginginkan milik orang lain,
    b. Dilarang tidak percaya pada hukum karma-phala,
    c. Dilarang tidak menyayangi mahluk hidup lain.

    Yang dimaksud “Perkataan yang tidak suci/dilarang :
    a. Berkata-kata kasar, memaki, menghina,
    b. Berkata-kata bohong/membual,
    c. Wajib taat pada janji/ucapan – tidak berkata lain dari pikiran yang ada.
    d. Dilarang memfitnah.

     Yang dimaksud “Perbuatan”yang dilarang :
     a. Mencuri,
     b. Memperkosa/berzinah,
     c. Himsa-karma (tidak membunuh atau menyakiti mahluk hidup)

    Selain itu ada larangan-larangan yang lain yang diatur dalam yama brata dan niyama brata, sapta timira, dasamala, dll. yang merupakan pengembangan dari trikaya parisudha itu.

    2. Tinggi/rendahnya tingkatan cuntaka, tidak bisa diputuskan oleh manusia, karena “keadaan tidak suci” hanya dinilai/diukur oleh Yang Maha Esa.

    3. Karena dalam waktu 42 hari biasanya wanita masih kotor (mengeluarkan kotoran dari vagina) dan organ perut mulai rahim sampai susunan organ lainnya belum pulih seperti sediakala (sebelum hamil)

    Demikianlah Pengertian dan makna Cuntaka yang tiang himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

    Om Santih, Santih,Santih, Om

    Daftar Pustaka :
    http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2012/02/cuntaka.html
    http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-catur-cuntaka.htm
    http://stitidharma.org

     

    Om Swastiastu : “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.

    Om Swastiastu
      "Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".

    Om Swastiastu adalah salam yang kita ucapkan bila bertemu dengan orang lain, sapaan sekalugus doa untuk lawan bicara agar orang tersebut selalu diberkahi oleh TuhanYang Maha Esa.Salam umat Hindu ini sekarang telah menjadi salam resmi dalam pertemuan pertemuan resmi.

    Selanjutnya yang perlu kita pahami bersama adalah apa makna yang berada di balik ucapan Om Swastiastu tersebut.

    OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
    Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah seruan yang tertua kepada Tuhan dalam Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru dengan ribuan nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Mengucapkan Om itu artinya seruan untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan.

    Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu mengucapkan Om dengan sepenuh hati berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ya Tuhan.


    Kata Swastiastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU,
    Su artinya baik,
    Asti artinya adalah,
    Su + Asti = Swasti
    Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal. Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan yang langgeng.

     Menurut ajaran Hindu alam semesta ini berproses dalam tiga tahap. Pertama, alam ini dalam keadaan tercipta yang disebut Srsti. Kedua, dalam keadaan stabil menjadi tempat dan sumber kehidupan yang membahagiakan. Keadaan alam yang dinamikanya stabil memberikan kebahagiaan itulah yang disebut swastika. Dalam istilah swastika itu sudah tersirat suatu konsep bahwa dinamika alam yang stabil itulah sebagai dinamika yang dapat memberikan kehidupan yang bahagia dan langgeng. Dinamika alam yang stabil adalah dinamika yang sesuai dengan hak asasinya masing-masing. Ketiga, adalah alam ini akan kembali pada Sang Pencipta. Keadaan itulah yang disebut alam ini akan pralaya atau dalam istilah lain disebut kiamat.

    Astu artinya mudah-mudahan atau semoga
    Kata astu sebagai penutup ucapan Swastiastu itu berarti semoga.

    Jadi arti keseluruhan OM SWASTIASTU adalah
    “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.



    Jika ditelusuri lebih lanjut, Kata Swastiastu sangat erat kaitnnya dengan simbol suci Agama Hindu yaitu SWASTIKA.
    Swastika merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos). Bentuk Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam ini. Keadaan alam ini sudah diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun sebelum Masehi.
    Dengan mengucapkan panganjali Om Swastiastu itu, sebenarnya kita sudah memohon perlindungan kepada Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk Padma (teratai) yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam, kesucian dan kedamaian abadi.

    Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus :
    1. Kamus Bahasa Bali Kata “Swastyastu” berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi suastiastu yang berarti semoga selamat. 
    2. Kamus Kawi-BaliSwastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi “Astungkara” yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga “swastyastu” berarti semoga selamat, semoga berbahagia
    3. Kamus Jawa Kuna-IndonesiaSwasti” berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik). Sedangkan “astu” memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah…. (seringkali pada awal sesuatu kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan….. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan “wastu”?). Kata "astu" berkembang menjadi “astungkara” yang berarti berkata “astu”, mengakui, mengiyakan dengan segan, perkataan “astu”. Dari pengertian tersebut kata “swastyastu” berarti semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera. 
    4. Kamus Sanskerta-IndonesiaSvasti” berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal. Berkembang menjadi “svastika”, “svastimukha”, “svastivacya”. Kata svastika berarti tanda sasaran gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata “astu” berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpukan “svastiastu” berarti menyatakan selamat berpisah. 
    Dari beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah yang saling terkait satu sama lainnya yaitu: 
    • pengertian “Swastyastu” dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tingga
    • kata “astu” sebagai penutup hanya mempertegas kata “svasti” yang memang memiliki arti semoga, selamat berpisah, selamat jalan. 
    Pada dasarnya pengertian “swastyastu” pada keempat kamus itu adalah sama, saling melengkapi satu sama lainnya, yaitu Ya Tuhan semoga kami selamat, selamat tinggal dan semoga sejahtera (Semoga sejahtera dalam lindungan Hyang Widhi), tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau kerahayuan di bumi ini. Selamat tinggal disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang telah dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan dialami atau dilalui pada kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana (dahulu, sekarang, dan yang akan datang). 
    Dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata “swastyastu” diawali dengan kata “Om” sebagai ucapan aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini biasa atau lumrah digunakan sebagai salam pembuka (selain swastiprapta, yang berarti selamat datang) kemudian diakhiri dengan “Om Santih, Santih, Santih Om” yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di akhirat (selain swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang).


    Di beberapa kota besar, kini kata “swastiastu” juga sering digunakan sebagai salam penutup atau akhir dari sebuah percakapan.Jika dilihat dari pengertian arti katanya dalam kamus memang wajar kata itu dipergunakan sebagai salam penutup sesuai dengan artinya, namun jika melihat nilai rasa maka akan terasa janggal atau kurang pas. 
    Dalam agama Hindu, sebuah awal adalah akhir dari semua yang terjadi, sedangkan akhir adalah sebuah awal sesuatu yang baru. Hal ini yang mungkin dijadikan patokan penggunaan kata “swastiastu” sebagai salam pembukaan dan salam penutup perjumpaan atau percakapan (selain mungkin penunjukan eksistensi terhadap agama lain bahwa agama Hindu juga memiliki salam awal dan akhir seperti halnya agama lain). Namun, jika melihat lagi pada nilai rasa, rasanya kedengaran janggal. Pada kesempatan ini saya juga mencoba menyampaikan beberapa padanan kata, yang mudah-mudahan tidak jauh berbeda artinya dengan “swastyastu” sebagai salam penutup perjumpaan atau percakapan. Beberapa kata tersebut antara lain: “swastimukha”, yang berarti permulaan (mukha) kesejahteraan, permulaan nasib baik, permulaan keselamatan; “swastisanti”, yang berarti ucapan selamat berpisah dan damai (santi), selamat jalan dan semoga damai.

    Namun kini dikalangan remaja kata Om Swastiastu dan Om Santih, Santih, Santih Om sering disingkat dengan kata OSA maupun OSSSO hal ini banyak ditemui ketika menjelang hari raya agama Hindu ucapan selamat Hari Raya sering diawali dan diakhiri dengan kata OSA dan OSSSO. Hendaknya janganlh menyingkat Salam Panganjali puniki karena seperti uraian diatas bahwa salam Om Swastiastu maupun Om Santih, Santih adalah merupakan Salam sekaligus Doa.

    Jadi, salam Om Swastiastu itu, meskipun ia terkemas dalam bahasa Sansekerta bahasa pengantar kitab suci Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal. Pada hakikatnya semua salam yang muncul dari komunitas berbagai agama memiliki arti dan makna yang universal. Yang berbeda adalah kemasan bahasanya sebagai ciri khas budayanya. Dengan Om Swastiastu itu doa dipanjatkan untuk KESELAMATAN SEMUA PIHAK TANPA KECUALI

    Salam Om Swastiastu itu tidak memilih waktu. Ia dapat diucapkan pagi, siang, sore dan malam. Semoga salam Om Swastiastu bertuah untuk meraih karunia Tuhan memberikan umat manusia keselamatan.

    Demikianlah pengertian dan makna Om Swastiastu yang tiang dapat dari berbagai sumber, semoga dapat memberikan pencerahan. mohon kritik dan sarannya.

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Daftar Pustaka :
    - https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/salam-om-swastiastu-bukan-osa-salam-sekaligus-doa/451284118227573
    - http://cakepane.blogspot.com/2010/03/om-swastiastu-salam-sekaligus-doa.html
    - http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/11/23/o4.htm
     
     
    Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
    Copyright © 2011. Om Swastiastu - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger